Jumat, 29 Maret 2024 Login
IMG-LOGO
Sekilas Info :
Ada Masalah Tentang Pembangunan & Pelayanan Publik Kapuas...! Silakan LAPOR Via SMS ke 1708 (ketik KAPUAS (spasi) Isi Aduan kirim ke 1708. Selamat Datang di Website SIBER (Sistem Informasi Berita Terintegrasi)
A R T I K E L

Pahlawanku Tjilik Riwut

by Admin SIBER - 2018-11-14 09:20:00 2,557 Dibaca
Pahlawanku Tjilik Riwut
Pahlawanku Tjilik Riwut
Pahlawanku Tjilik Riwut

oleh :

Dr. Rusma Noortyani, M.Pd

(Baca Juga : Dialog yang Berbudaya )

(Dosen FKIP ULM/Ketua Yayasan Nur Amalia)

 

Kepercayaan atau keyakinan asli suku Dayak adalah agama Helu atau Kaharingan. Riwut menuliskan kaharingan berasal dari kata haring berarti tumbuh (2003). Kaharingan telah ada sejak awal Ranying Hatalla menciptakan manusia. Ranying artinya maha tunggal dan Hatalla artinya Maha Pencipta (Riwut, 2003). Dalam kaharingan diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan adalah mengajak manusia menuju jalan yang benar dengan berbakti secara serta mengagungkan Ranying Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan (Riwut, 2003). Kutipan di atas sebagai bagian dari rangkaian tulisan dalam disertasi berjudul Aruh Adat Perkawinan Masyarakat Dayak Maanyan (Noortyani, 2015). Buku dari Tjilik Riwut (2003) yang disunting oleh Nila Riwut berjudul Maneser Panatau Tatu Hiang: Menyelami Kekayaan Leluhur menjadi arahan mempertahankan kebudayaan Dayak.

Beberapa buku yang dituliskan Tjilik Riwut berjudul Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Kalimantan Memanggil (1958), Memperkenalkan Kalimantan Tengah dan Pembangunan Kota Palangka Raya (1962), dan Kalimantan Membangun (1979) sebagai bukti kemampuannya dalam keterampilan menulis. Sebelumnya beliau menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pakat tahun 1940 dan di tahun yang sama juga bekerja sebagai koresponden Harian Pemandangan. Putra Dayak ini menjunjung tinggi kebudayaan dan leluhurnya. Beliau menekankan kebudayaan sebagai sebuah identitas yang harus dipelihara.

Tjilik Riwut lahir di Kasongan, Kalimantan Tengah tanggal 2 Februari 1918. Putra dari Riwut Dahiang ini merupakan orang asli Dayak Ngaju. Dengan umur yang masih muda, Tjilik sudah tiga kali menjelajahi Pulau Borneo. Hanya dengan berjalan kaki atau menggunakan sampan beliau menyusuri keluar masuk hutan. Begitu menyatunya beliau dengan bukit, hutan belantara, lembah, dan ngarai.

Terekam dalam perjalanan hidup Tjilik Riwut ketika Indonesia baru saja terbentuk. Pangeran Muhammad Noor, Gubernur Borneo, menerjunkan Tjilik Riwut ke Kalimantan sebagai pelaksana misi Pemerintah Republik Indonesia. Rombongan  terdiri dari 13 orang Kalimantan dan dua orang Jawa berekspedisi ke daerah tersebut. Mereka di sana membentuk barisan perjuangan melalui usaha menghubungi berbagai etnik Dayak yang ada di pelosok-pelosok. Pembentukan ini dilaksanakan untuk menyatukan persepsi rakyat agar bersama-sama menggalang persatuan dan dukungan kepada negara Indonesia. Usaha mereka berhasil dengan adanya pernyataan setia dan mendukung Pemerintah RI. Sumpah setia ini digelar di hadapan Presiden Sukarno di Gedung Agung Yogyakarta pada 17 Desember 1946.

Menilik perjalanan karier Tjilik Riwut lima tahun setelah kemerdekaan. Beliau diangkat jadi wedana di Sampit. Kemudian dilantik sebagai bupati Kotawaringin Timur sampai 1956. Sejak 1957 beliau diangkat menjadi residen di kantor persiapan pembentukan Kalimantan Tengah yang berkedudukan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Setelah Kalimantan Tengah resmi terbentuk beliau diangkat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah tanggal 30 Juni 1958. Jabatan terakhir beliau sebagai anggota DPR RI.

Senin 17 Agustus 1987 bertepatan dengan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-42, Tjilik dipanggil oleh Yang Kuasa setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Suaka Insan karena menderita penyakit lever/hepatitis. Saat itu umur beliau 69 tahun. Beliau dimakamkan di makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Tjilik Riwut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional (1998) di masa pemerintahan B.J. Habibie.

Pahlawan Nasional Tjilik Riwut membangun Palangka Raya. Sebagaimana dituliskannya dalam puisi: Jadikanlah hutan menjadi kota// Membangun Kota Palangka Raya// Sebagai tantangan pada penjajahan Belanda// Mari bekerja bersemangat baja// Palangka Raya harus jadi...// Demi kebahagiaan anak cucu kita!/// (syatkmf)

Share: